BALICITIZEN

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Perjuangan Pernikahan di Indonesia

Perjuangan Pernikahan di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mencoba menegakkan undang-undang perkawinan dan perceraian selama beberapa waktu. Ia menghadapi tentangan dari masyarakat lokal dan Mahkamah Agung Indonesia. Mahasiswa PhD, Al Farabi, menyelidiki dari mana resistensi ini berasal.

Al Farabi melakukan penelitian di Kabupaten Mugumuko di pesisir barat Sumatera. Dia juga merupakan bagian dari komunitas mayoritas Muslim ini. “Mugomuko dan daerah serupa lainnya di Indonesia jaraknya sangat dekat,” kata Farabi. “Jadi praktis bagi saya untuk melakukan penelitian di komunitas saya sendiri: Saya sudah memiliki ikatan dengan warga lain. Mereka lebih percaya dan berbicara dengan saya. Di sisi lain, Mugomuko adalah contoh tempat pertemuan di mana komunitas seperti itu menemukan diri mereka sendiri.'

Tradisi dan Islam

“Pemerintah Indonesia sedang mencoba untuk mempromosikan atau memaksakan versi Islamnya sendiri melalui undang-undang perkawinannya,” lanjut Farabi tentang titik temu tersebut. Namun banyak masyarakat, misalnya Mukomuko, yang memiliki adat dan tradisi tersendiri di daerah ini. Meskipun hal ini didasarkan pada Islam, namun pada dasarnya berbeda dengan versi yang dipromosikan oleh pemerintah.'

Tradisi di Muqomukho menganut sistem matrilineal, jelas Farabi. “Posisi perempuan sangat penting bagi mereka. Misalnya, keputusan menikah atau bercerai harus mendapat persetujuan pihak laki-laki dan pihak perempuan. Undang-undang perkawinan yang ditetapkan oleh pemerintah bersifat patriarki dan sangat Islami. Hanya pihak laki-laki saja yang boleh mengambil keputusan pernikahan. “Hal ini dianggap oleh pemerintah sebagai sebuah perkembangan positif bagi masyarakat seperti Mukkomuko, namun hal ini justru akan membuat perempuan-perempuan tersebut menjadi lebih terpuruk.”

Interpretasi yang berbeda

Perbedaan penafsiran Islam ini tidak hanya menimbulkan konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah. Mahkamah Agung juga mengambil pandangan berbeda dibandingkan pemerintah. “Mahkamah Agung ingin menjunjung tinggi norma dan tradisi lama sehingga mendukung hak-hak perempuan di negara ini,” jelas Farabi. “Sejauh ini mereka telah memblokir usulan legislatif pemerintah seperti halnya hakim lokal.”

Dengan cara ini, Badan Peradilan menentang homogenisasi di Indonesia, yang menurut Farabi, merupakan salah satu alasan mengapa pemerintah mendorong undang-undang tersebut: 'Undang-undang yang berupaya mengatur hal-hal seperti perkawinan secara terpusat merupakan bahaya bagi orang dewasa. Keberagaman Indonesia. Saya ingin menyampaikan rasa hormat terhadap keberagaman ini melalui karya saya. Melalui hal ini, saya ingin memastikan bahwa status perempuan di negara ini tidak hanya terjamin namun juga ditingkatkan.'