Di latar depan duduk Sursia, seorang ibu rumah tangga berusia 36 tahun dari desa tetangga. Ia akan memilih PTI-P karena partai tersebut berjanji akan membangun jalan aspal. 'Ban skuter saya sering pecah dan lepas saat musim hujan.' Akhirnya, pemimpin partai muncul di balik mikrofon yang diputar. Dia mengacungkan tinju ke udara dan berteriak: 'Merdeka!, Merdeka!, Merdeka! (Kebebasan, Ed.)' – slogan klasik Sukarno. Dengan nada hormat: 'Kakek dan Nenek saya dimakamkan di Rangaspitung. Saya lahir dan besar di Lepak. Tapi segalanya tidak berjalan baik di sini, dan kami harus menjadi lebih pintar.' Kemudian Triyana mengajarkan bahwa pendidikan itu penting. Bagi mereka yang ingin maju dalam kehidupan, sekolah dasar saja tidak cukup. 'Seorang anak yang terus belajar dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh keluarga. Jadi, inilah yang akan kami lakukan: 1 gelar sarjana per keluarga!'
Triana: 'Apakah kamu setuju?' Pemilih dengan Suara Bulat: 'Ya!' 'Apakah kamu setuju untuk bertemu?' 'Saya setuju untuk bertemu! 'Apa kamu setuju?' 'Setuju!'
Di dalam mobil barunya, melewati jalan bergelombang, Triana mengakui pemilu LeBac belum selesai. “Saya mungkin pemimpin partai, tapi anggota parlemen yang ingin saya gantikan adalah anggota keluarga yang berkuasa. Mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk mencegah saya sukses dan mencegah perusahaan mereka mendapat pesanan lagi.' Triana menilai, akan sangat disayangkan warga Lebak jika kampanye tersebut tidak mendapat tempat di parlemen, namun sebagai sejarawan, hal tersebut bukanlah sebuah bencana besar. Kemudian saya akan kembali ke kehidupan lama saya dan menulis buku tentang pengalaman saya dalam politik Indonesia.
More Stories
Apakah Kotak Kontak adalah Solusi untuk Mengelola Peralatan Listrik Anda Secara Efisien?
Presiden berupaya menyelamatkan pembangunan ibu kota baru Indonesia
Hak aborsi telah 'diperluas' di Indonesia, namun yang terpenting, hak aborsi menjadi semakin sulit