Pemerintah Indonesia memiliki waktu dua tahun untuk meninjau undang-undang sweeping yang kontroversial. Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia pada 25 November. Menurut pengadilan, undang-undang tersebut “cacat secara hukum”. Serikat pekerja khawatir bahwa undang-undang baru akan merusak hak-hak pekerja. Pengadilan tidak membatalkan isi undang-undang yang disengketakan.
Pada Februari 2020, Presiden Indonesia Joko Widodo menyerahkan draf pertama yang disebut Omnibus Act; RUU yang bertujuan untuk meningkatkan investasi ekonomi dan industrialisasi di Indonesia. Segera, para pemerhati lingkungan dan serikat pekerja menentang undang-undang tersebut, karena khawatir hal itu akan merusak hak-hak buruh ILO dan meningkatkan deforestasi. Meskipun ada protes, undang-undang itu disahkan pada Oktober 2020.
Minggu ini, Mahkamah Konstitusi Indonesia memutuskan bahwa undang-undang itu “cacat secara hukum” karena pengesahannya tidak mengikuti proses legislatif yang sesuai. Akibatnya, pemerintah diberi waktu dua tahun untuk meninjau proses hukum untuk undang-undang tersebut, atau akan dianggap inkonstitusional sama sekali. Namun, terlepas dari protes publik, pengadilan tidak mengabaikan isi faktual undang-undang tersebut dan undang-undang tersebut akan tetap berlaku sampai perubahan prosedural dibuat.
Putusan pengadilan tersebut merupakan pencapaian besar bagi para penentang hukum, termasuk serikat mitra CNV International KSBSI. Bagaimanapun, keputusan ini menciptakan peluang baru bagi serikat pekerja untuk berpartisipasi dalam proses kali ini dan mengadvokasi undang-undang tersebut untuk diamandemen sehingga tidak merusak hak-hak pekerja. Tapi masih terlalu dini untuk merayakannya.
Bagaimana hukum yang komprehensif dapat merusak hak-hak pekerja
- Risiko jam kerja berlebihan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja di tempat kerja.
- Upah hidup berada di bawah tekanan karena dua alasan:
- Penilaian biaya hidup bergerak dari penilaian tahunan ke penilaian lima tahun, yang mengurangi pemahaman kebutuhan karyawan.
- Kegagalan membayar upah minimum bukan lagi merupakan tindak pidana, sehingga perusahaan tidak lagi memiliki insentif hukum untuk membayarnya.
- Memperbaiki opsi outsourcing dapat menyebabkan kondisi kerja yang tidak stabil dan penyalahgunaan hak-hak pekerja.
“Spesialis budaya pop. Ahli makanan yang setia. Praktisi musik yang ramah. Penggemar twitter yang bangga. Penggila media sosial. Kutu buku bepergian.”
More Stories
Visi Asia 2021 – Masa Depan dan Negara Berkembang
Ketenangan yang aneh menyelimuti penangkapan mantan penduduk Delft di Indonesia – seorang jurnalis kriminal
Avans+ ingin memulihkan jutaan dolar akibat kegagalan pelatihan dengan pelajar Indonesia