Surat kabar/majalah dan televisi kini semakin mudah diakses oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Keduanya mendominasi tampilan informasi jutaan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan KIC, masyarakat Indonesia umumnya mencari informasi melalui media sosial sebesar 73%. Untuk berita online spesifik ditetapkan mencapai 26,7% [22]. Hal ini mempunyai kemiripan dengan masyarakat Bangladesh. Kebanyakan orang melakukan klarifikasi informasi, khususnya virus corona (COVID-19), melalui media sosial dan televisi. Keduanya digunakan untuk mengidentifikasi informasi yang akurat dan valid [23].
Hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat masih memilih media visual dibandingkan media audio atau audiovisual untuk kejelasan informasi. Responden lebih memilih surat kabar/majalah dibandingkan media lainnya karena merupakan media dimana masyarakat dapat mengulang-ulang informasi yang diinginkan dan sering membaca untuk kejelasan informasi. Sebaliknya, informasi yang disajikan dalam surat kabar/majalah seringkali disertai dengan penjelasan yang mendalam sehingga lebih dapat dipercaya secara logika. [24, 25]. Informasi mengenai hasil penelitian ini dapat mengarahkan para promotor kesehatan baik di Indonesia maupun di negara lain yang sejenis dengan Indonesia untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya dengan cara menyampaikannya secara mendalam melalui surat kabar/majalah atau televisi.
Berdasarkan hasil tersebut, frekuensi membaca koran/majalah untuk mendapatkan informasi tentang virus COVID-19 menjadi faktor yang mempengaruhinya. Kejelasan tidak jauh dari paparan media. Judulnya mungkin bisa membantu terlebih dahulu; Pada akhirnya, pembaca akan mengikuti keseluruhan paragraf teks untuk mengetahui kebenaran isinya. Biasanya sebuah berita di surat kabar/majalah selalu tertarik dengan headline yang visual dan menarik. Kondisi tersebut memberikan kesan tersendiri bagi pembacanya [26]. Di sisi lain, konten berita yang asing atau asing terkadang memerlukan pembacaan yang cermat. Mungkin mereka membuka informasi yang salah atau hoax. Media anonim dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai COVID-19 dan membingungkan pembaca [27].
Kurangnya informasi untuk dikaji mengenai kejelasan informasi terkait isu COVID-19. Selain itu, seberapa sering Anda membaca koran dan menonton televisi untuk memperoleh kejelasan informasi? Selanjutnya, seberapa sering penonton membaca atau menontonnya? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejelasan informasi mengenai virus corona berhubungan secara signifikan dengan pembacaan surat kabar/majalah, baik cetak maupun digital (online).
Sebaliknya, televisi turut berperan dalam kejelasan informasi mengenai COVID-19 di Indonesia. Televisi menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai COVID-19. Selama pandemi, jumlah tontonan TV semakin meningkat dari hari ke hari [28]. Penonton di Indonesia sangat banyak, dan sekitar 60% masyarakat beralih ke televisi untuk mengakses berita atau informasi [22]. Hal ini masih banyak terjadi di Indonesia dimana masyarakat diarahkan untuk berdiam diri di rumah dan melakukan pekerjaan yang disebut dengan work from home (WFH). Ini adalah cara terdekat dan termudah untuk mengakses informasi karena Anda tidak lagi memerlukan koneksi internet. Social distance juga menjadi protokol untuk membatasi pergerakan masyarakat. Namun jembatan menuju kehidupan sosial terfokus pada televisi yang merupakan sarana alternatif untuk memperjelas informasi. Sebuah penelitian dengan jelas menyatakan bahwa televisi adalah sebuah hubungan sosial [29].
Persis seperti kontroversi yang terjadi di hadapan pemirsa televisi di Indonesia. Terkadang, mereka meledakkan berita utama untuk menarik perhatian mereka. Judul beritanya kemudian menanyakan khalayak untuk mengetahui apakah virus corona itu ada. Informasinya menyesatkan, dan terkadang pemerintah nyaris tidak menjelaskan berita tersebut [30]. Selain itu, pemerintah juga dapat menunjukkan produsen yang menipu. Informasi yang salah tentang virus corona telah terjadi di Bangladesh, dan pemerintah menyalahkan korupsi sebagai penyebab terjadinya pandemi ini [31]. Pandemi ini kemudian diasumsikan sebagai seberapa serius suatu negara dalam mengatasi permasalahannya dan bagaimana negara tersebut dapat memastikan masyarakatnya mendapatkan informasi yang benar dan transparan mengenai Covid-19.
Namun televisi mempunyai hubungan erat dengan pemerintah. Masyarakat membutuhkan kejelasan atas segala informasi mengenai Covid-19. Strategi berbasis bukti dan otoritas pemerintah untuk mengeluarkan klarifikasi mengenai COVID-19 harus jelas di benak masyarakat [32]. Televisi mempunyai kemampuan yang besar untuk meyakinkan masyarakat agar tidak menjauhi penyebaran virus Corona. Mengungkapkan berita dengan persuasif dan argumentasi yang kuat akan membuat masyarakat nyaman dan sadar. Berita palsu harus diatasi dan dilawan. Hoax bisa membawa pemerintah ke dalam masalah serius. Selain itu, informasi yang jelas mengarahkan audiens untuk belajar dan mengikuti instruksi [12, 33].
Rogers menyatakan bahwa difusi inovasi pertama kali menyerang pengetahuan yang dimiliki masyarakat [14, 34]. Media berperan penting dalam menarik perhatian dan memberikan kesan pertama yang memahami khalayak. Ketika kasus COVID-19 menyebar secara global, media menyebarkan berita dengan cepat. Media menjadikan isu Covid-19 begitu mendesak sehingga masyarakat harus waspada terhadap virus ini. Suka atau tidak suka, pengetahuan tentang virus akan meningkat seiring dengan meningkatnya paparan media [14].
Pandemi ini menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat di seluruh Indonesia, dan bahaya serta bahaya virus ini disajikan secara digital. Masyarakat dapat melindungi diri dan mencegahnya dengan menonton dan mendengarkan media arus utama atau online. Mereka juga membaca kapan pun dan di mana pun mereka mau, selama ada sinyal atau koneksi internet. Di Kanada, televisi telah menjadi media yang paling banyak ditonton [35, 36].
Namun, informasi di media dapat menimbulkan konflik pendapat atau terkadang dipicu oleh hoaks [12]. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa tidak aman terhadap pengguna media. Pemerintah harus menyaring dan mengatur misinformasi dan penipuan. Mereka sudah menyiapkan penjelasan ahli untuk melawan hoaks tersebut [33]. Fortifikasi juga dapat menjadi bagian dari pemberantasan hoax, mengatasi argumen yang lemah dengan argumen yang lebih kuat [30, 37]. Berita palsu akan hilang selama informasi akurat dapat memberantasnya. Laporan yang menyesatkan ini mungkin dapat diambil oleh para profesional kesehatan dan jurnalis [30]. Pihak berwenang harus membujuk berita nyata versus berita palsu untuk bekerja sama [4].
Semakin banyak orang membaca, semakin mereka percaya. Ketika seseorang mengalami informasi dan terus-menerus mendapatkan sudut pandang yang sama, hal itu dapat menimbulkan keyakinan. Mengungkap data berulang kali akan membuat orang lelah, sehingga mempercayainya sebagai kebenaran mutlak [5, 38]. Situasi yang dibahas sebelumnya adalah terkait dengan kejelasan informasi yang dapat dicermati masyarakat. Namun keadaannya masih dalam sisi yang diterima masyarakat, dan informasi pastinya masih memerlukan pembahasan lebih lanjut. Banyaknya informasi yang menipu juga memperburuk situasi [9, 11]. Situasi yang mengerikan ini mungkin disebabkan oleh pandangan para selebriti dan influencer terhadap teori konspirasi pandemi virus corona (COVID-19). [12, 14]. Kondisi ini membuat pemerintah perlu membentuk kelompok kerja untuk mengatasi situasi tersebut [12].
Apalagi selain paparan media pada frekuensi membaca koran/majalah dan menonton televisi. Kelima variabel yang jelas berhubungan signifikan dengan informasi mengenai COVID-19 di Indonesia antara lain kelompok umur, agama, dan jenis pekerjaan. Penelitian ini menegaskan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di berbagai negara: India, Italia, Lebanon, dan Vietnam [26, 39,40,41,42].
Agama memperkuat keyakinan seseorang setelah ia mempunyai informasi yang jelas, apa pun agamanya. Kejelasan informasi juga lebih menentramkan, terlepas dari keakuratannya, namun dapat mengurangi tingkat kecemasan mereka [13, 43].
Batasan penelitian
Penelitian ini mengidentifikasi nama spesifik media yang diakses. Surat kabar/majalah dan televisi adalah nama program atau media, dan penelitian ini tidak dapat mendeskripsikan baik cetak maupun digital. Sebuah surat kabar/majalah dianggap sama baik offline maupun online. Selain itu, televisi terintegrasi baik ditonton secara online atau melalui satelit. Oleh karena itu, ketika masyarakat mengakses Internet dan kemudian menikmati akun atau platform TV, penggunaan TV dalam mencari informasi mengenai COVID-19 mendapat pujian. Lebih lanjut, penelitian ini hanya menganalisis frekuensi paparan media, bukan durasi paparan media.
“Baconaholic. Penjelajah yang sangat rendah hati. Penginjil bir. Pengacara alkohol. Penggemar TV. Web nerd. Zombie geek. Pencipta. Pembaca umum.”
More Stories
Jadwal dan tempat menonton di TV
Kampanye 'Bebaskan Papua Barat' beralih ke media sosial untuk mendapatkan dukungan internasional. · Suara Global dalam bahasa Belanda
Dolph Janssen dan pacarnya Jetski Kramer di X Under Fire untuk Liburan di Indonesia (Lihat Berita)